Wednesday, January 29, 2014

Perihal Kemapanan Seorang Pria

Saya menulis ini sebagai bentuk rasa peduli saya terhadap wanita di luar sana. Mereka yg tidak tahu pasti kapan akan dinikahi. Bukan sekedar janji, melainkan bukti. Pun bukan bukti hanya mencintai tetapi berusaha menjadi seorang calon imam.

Pernah dengar "ta'aruf"?

Dahulu sejak SMP, saya pikir, mereka yg taat agama (memakai jilbab, dll) hanya akan menjalani ta'aruf bukan pacaran. Ternyata saya salah besar. Lantas, mengapa mereka berpacaran? Pikirnya melainkan hanya mencari yg terbaik. Atau mencari yg mapan?

Balik ke pembahasan sebelumnya.

Wanita harusnya bisa mencari jatidiri, kemana mereka membawa dirinya. Di usia 20, harusnya wanita sudah mempunyai target hidup. Akan berkarir seperti apa serta menikah di usia berapa.

Menikah bukan hanya untuk mereka yg "udah umurnya nikah" bukan pula "udah mapan". Menikah suatu ibadah, pelengkap agama. Menikah juga bukan main-main.

Saya sering bertemu dengan seseorang yg selalu berkata, "padahal lakinya belum mapan". Rasanya saya ingin balik bertanya, "apa arti mapan menurut kalian?".

Jika menurut mereka mapan adalah bisa membiayai atau minimal memberi makan anak dan istri, mereka keliru.

Ketika menjalin hubungan dengan pacar atau sedang berpacaran, apakah mereka tidak pernah diberi makan?

Jika menurut mereka mapan adalah hal yg disebutkan di atas, tentunya pria sudah mapan bukan?

Sebagai contoh, saya akan bercerita tentang salah seorang teman…

Si pria, sebut saja Rahmat dan wanita, sebut saja April. Rahmat dahulu adalah seorang mahasiswa di Paris, tahun 2012 dia kembali ke Indonesia dan berkenalan dengan April. Rahmat belum bekerja, pengangguran. Rahmat dan April tidak pernah berpacaran hanya saling mengenal saja. Hingga suatu hari, Rahmat memberanikan diri untuk menikahi April, mereka menikah di rumah orangtua April di daerah Jawa Tengah, masih sebagai seorang pengangguran dan hanya berjanji bahwa Ia akan sukses. Setelah menikah Rahmat membawa April ke Bekasi, hanya bermodal seadanya mereka mengontrak sebuah rumah kecil. Tidak berselang lama setelah menikah, Rahmat terus berusaha agar April tidak kesusahan saat bersamanya, kemudian banyak tawaran pekerjaan yg diterima Rahmat. Saat ini, Rahmat berprofesi sebagai pembicara hebat. Rahmat dan April tinggal di Bandung, ya rumah hasil -mencari kemapanan berdua- dan sedang menunggu kelahiran anak pertama mereka.

"Kalo udah punya niat nikah, inshaa Allah rezeki ngalir aja. Karena niat kita ibadah untuk menghidupi istri dan anak. Jangan mikir belom mapan" begitu kata Rahmat kepada kami.

"Menikah hanya untuk mereka yg siap dan menikah hanya untuk mereka yg siap menerima tantangan", tulisan indah yg pernah saya baca di blog seseorang.

Menikah adalah hal baik. Allah akan memberi jalan kepada hal baik.

Saya, lebih suka mencari kemapanan bersama akan lebih terasa berharga sebuah pernikahan jika di bangun dari 0.

Menunggu mapan? Hingga kapan?

Menikah itu ibadah, jika sudah siap, belajar dari sekitar, orangtua, sahabat yg telah menikah, lalu nikahi ia calon makmummu.

- Perihal Kemapanan Seorang Pria, ada kesetiaan seorang wanita yang hanya ingin mengajaknya mapan bersama, bukan menunggu sang pria mapan lantas menikah.

Tanpa mengurangi rasa hormat, saya dedikasikan tulisan ini untuk mereka yg pola pikirnya hanya "menikah hanya untuk yg mapan".

Mohon maaf jika ada kesalahan makna atau cerita.

[Continue reading...]

Saturday, January 11, 2014

Saya

Saya? Kenapa saya?
Ada yang salah dengan saya?
Atau ada yang menarik dengan saya?

Yang saya akan ceritakan di sini adalah pengalaman pribadi saya.

Dulu, ketika SMA saya sangat menginginkan dan mendambakan masuk di salah satu perusahaan negeri yang ada di Indonesia.

Setelah lulus SMA, saya bersama seorang teman ditawari menjadi SPG event di salah satu produk kesehatan.

Hari pertama kerja, rasanya menarik karena saya sangat ingin mencari uang sendiri.

Beberapa hari kemudian, seorang bos besar datang dari Surabaya dan menyuruh kami untuk menjual 5 produk (dalam bentuk paket) dalam waktu 1 jam.

Saat itu saya sama sekali sebelumnya belum pernah memakai high heels hingga saya berputar menawarkan 5 produk tersebut dan ketika waktu sudah hampir mau habis, tidak ada yang membeli satupun! Iya, saya takut, gugup dan gemetar sampai akhirnya saya nangis di tengah keramaian orang, sendirian sambil melangkahkan kaki kembali menuju stand.

Kenapa saya begitu cengeng saat itu? Entah, mungkin karena si bos yang galak atau baru pertama kerja.

Tapi, wajarlah.

Hingga di pertengahan bulan berlalu, saya dan teman sedang asyik menjaga stand dan si bos dari Surabaya ini datang lagi.

Saya dan teman saat itu memang sedang memakai rok mini (aturannya seperti itu), terus tiba-tiba si bos bilang seperti ini: "jaga stand yang bener, kalo ada apa-apa bisa aja saya ajak kalian ke hotel dan itu ga seberapa".

Oke, saya mulai risih dan ingin lari pulang saja rasanya.

Bos dari Subaraya ini memang terlihat genit dan galak.

Sampai di akhir bulan (event mau habis), saya jatuh sakit, entah karena kerja yang di bawah tekanan atau apa.

Lalu, setelah event itu selesai saya mencoba melamar pekerjaan di beberapa perusahaan kecil.

Lagi-lagi kejadian tidak enak muncul.

Perusahaan kecil ini menjanjikan saya bekerja di posisi Administrasi, perusahaan merupakan perusahaan mini market dan saya dijanjikan kerja di kantor utamanya.

Saat itu, saya datang ke daerah Cakung untuk interview. Hari pertama diantar oleh Mama dan baik-baik saja. Hari kedua, saya datang sendiri, bertemu dengan Bpk. X (saya lupa namanya), awalnya kami mengobrol biasa seperti interview layaknya sampai pada akhirnya dia bilang mau ukur tinggi badan saya, berdirilah saya membelakangi tembok lalu si Bpk. X ini mulai bersikap tidak sopan sampai akhirnya saya tabok tangannya dan kabur! Lagi dan lagi saya kabur sambil nangis.

Setelah kejadian itu, saya agak trauma memang tapi tidak menghentikan langkah saya untuk coba kembali melamar pekerjaan.

Saya dihubungi untuk melakukan interview di Rukan daerah Senen (kalo tidak salah).

Saya diantar oleh Mama. Di sana banyak sekali yang melamar. Tapi saya bingung kenapa dalam satu ruangan banyak yang di interview.

Hingga sampai di akhir interview, saya diminta membayar Rp. 50.000,- mana ada orang mau kerja disuruh bayar dulu? :))

Akhirnya saya pulang dan tidak membayar.

Ga cuma sampai di situ aja, saya beberapa kali mencoba melamar di tempat lain dan alhamdulillah ga ada kejadian menakutkan dari yang di atas tadi.

Lalu, saya berniat meneruskan kuliah saja. Awalnya saya bingung mau ambil jurusan apa, dan sistem perkuliahan seperti apa. Maklum, saya ga punya kakak yang bisa diajak sharing masalah perkuliahan.

Saya sotoy ambil jurusan Manajemen, fakultas Ekonomi. Awal masuk sih masih biasa aja. Setelah di pertengahan dan terasa sulit saya baru sadar, bagaimana bisa orang yang kecilnya tidak suka matematika masuk Ekonomi? :')

Saya berusaha mencari passion saya. Mencari jatidiri saya.

Pada semester ke-5, saya kenalan dengan seseorang. Iya, sekarang jadi pasangan saya.

Dalam proses pencarian passion itu, saya dibantu oleh dia. Baru 3 bulan kami pacaran, akhirnya setuju bikin bisnis. Entahlah, rasanya udah kenal dia lama banget.

Dapet investor, dll. Mulai buka bisnis. Bukan bisnis sembarang bisnis, tapi kami punya business plan yang cukup matang bagi seorang pemula.

Sambil kuliah dan bisnisnya jalan, saya merasa senang karena kalo lagi suntuk kuliah biasanya ngomongin bisnis langsung semangat lagi.

Hingga suatu saat, saya seperti ditepuk pundaknya karena tiba-tiba saja saya suka nulis. Apapun itu saya tulis. Mulai dari puisi, cerpen, dll.

Sambil hobi menulis saya jalan, saya juga suka nonton acara fashion dan memasak. Lalu saya berfikir bahwa suatu saat nanti saya akan punya Cafe & Boutique dalam 1 tempat beda ruangan. Sepertinya seru.

Dan saya senang bisa kuliah sambil bisnis juga sambil menjalani hobi menulis (puisi, cerpen, review makanan, review fashion & review film) saya. Intinya, jurusan kuliah yang saya ambil ini bermanfaat bagi bisnis saya.

Lalu suatu saat saya kembali diingatkan oleh orangtua saya untuk kerja, menjadi karyawan. Ingin rasanya menentang karena saya tidak suka bekerja di bawah tekanan, tapi mungkin akan percuma. Apalagi setelah saya menengok ke belakang apa yang sudah saya hadapi selama bekerja dan selama melamar pekerjaan. Tidak banyak orang yang tahu cerita saya termasuk orangtua.

Saya kembali dikuatkan oleh Mas Abhi, salah satu kalimat yang paling saya ingat dari dia adalah: "gapapa kerja dulu, nanti kamu bisa belajar banyak dari perusahaan itu. Bagaimana cara mengelola modal, sistem keuangan dan bagaimana cara mereka mengatur karyawan. Nanti kita terapin bareng ke (insya Allah) perusahaan kita". Ah, rasanya saya ingin berniat merintis bisnis bareng pasangan, couplepreneur.

Entah apalagi yang harus saya lakukan, saat ini saya enjoy menjadi bos bukan menjadi karyawan, saya enjoy mengatur jam kerja saya sendiri, saya enjoy menulis.

Rasanya, ingin sekali memberi mereka yang tidak percaya bisnis bukanlah pekerjaan yang menjanjikan foto buku tabungan seorang teman lulusan SD yang omzet bisnisnya milyaran sebulan.

Saya membaca sebuah artikel tentang bisnis dan izin orangtua. Jika beliau-beliau tidak setuju terhadap apa yang kamu lakukan dengan menaruh nama "demi masa depan", jangan pernah berdebat. Senyum, lakukan apa yang menurutmu bisa berhasil dan beri beliau bukti.

Iya, salah satunya cara adalah dengan bukti. Saya tidak suka bekerja di bawah tekanan karena kalo sampai itu terjadi saya akan drop dan sakit, saya tidak suka suasana ramai, saya tidak suka jam kerja siang hari dan saya tidak suka disuruh oleh oranglain yang bukan keluarga/ pasangan saya. Tapi ketika seseorang menyuruh saya untuk merubah hidup saya/ mengatur saya, saya abaikan dan kasih bukti sepertinya lebih baik.

Saya tahu saya tidak akan pernah bisa membalas jasa orangtua, tapi setidaknya suatu saat nanti saya akan buktikan bahwa saya bisa menjadi orang sukses, CEO dan founder dari sebuah perusahaan dan bisa membuat orangtua bangga.

Catatan untuk teman-teman sekalian:
Carilah passion kalian, apa yang menjadi minat kalian bukan apa yang berdasar dari lingkungan kalian. Jadi diri sendiri, jangan takut dengan tantangan. Tantangan adalah tangga menuju sukses. Jangan pikirkan perkataan orang. Jika kalian merasa "saya bisa sukses dari sini", lakukan dan beri bukti kepada mereka.

Best regards,

Rossy Kurnia R.

[Continue reading...]

Followers

About Me

My photo
Twitter is my place to write. Feel free to RT if it relates to your life. But don't think my tweets are always about me. And my Blog is my kitchen to create delicious food. Happy Reading!